17 Maret 2009

Keluarga dan Budaya Informasi

. 17 Maret 2009



Perkembangan masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya mau akan menuju kepada masyarakat informasi (information society) sebagai kelanjutan atau perkembangan dari masyarakat industrial atau modern. Jika masyarakat modern memiliki ciri-ciri rasional, berorientasi ke depan, bersikap terbuka, menghargai waktu, kreatif, mandiri dan inovatif, maka pada masyarakat informasi ciri-ciri tersebut belum cukup.
Pada masyarakat informasi, manusia selain harus memiliki cirri-ciri masyarakat modern pada umumnya, juga harus memiliki ciri-ciri lain, yaitu menguasai dan mampu mendayagunakan arus informasi, mampu bersaing, terus menerus belajar (serba ingin tahu), mampu menjelaskan, imajinatif, mampu mengubah tantangan menjadi peluang, dan menguasai kemampuan menggunakan berbagai metode dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Dalam era (globalisasi) informasi ini, menurut Azyumardi Azra (1999), manusia sangat bergantung kepada informasi. Semua bidang kehidupan manusia dikuasai oleh informasi.

Pada masyarakat informasi peranan media elektronika sangat memegang peranan penting dan bahkan menentukan corak kehidupan masyarakat. Penggunaan teknologi elektronika seperti televise, computer, faksimile, internet, dan lain-lain telah mengubah lingkungan yang bersifat internasional, mendunia, dan global. Pada era informasi, lewat komunikasi satelit dan computer orang memasuki lingkungan informasi dari seluruh dunia. Computer bukan saja sanggup menyimpan informasi dari seluruh dunia, melainkan juga sanggup mengolahnya dan menghasilkannya secara lisan, tulisan, bahkan visual.

Peran media elektronik yang demikian besar akan menggeser agen-agen sosialisasi yang berlangsung secara tradisional yang dilakukan orang tua, guru, pemerintah, dan sebagainya. Computer dapat menjadi teman bermain, orang tua yang akrab, guru yang memberi nasihat, juga sewaktu-waktu dapat memberikan jawaban segera terhadap pertanyaan-pertanyaan eksistensial dan mendasar.

Kemajuan dalam bidang informasi tersebut pada akhirnya akan berpengauh pada kejiwaan dan kepribadian masyarakat. Pada era informasi yang sanggup bertahan hanyalah mereka yang berorientasi ke depan, yang mampu mengubah pengetahuan menjadi kebijakan dan ciri-ciri lain sebagaimana dimiliki masyarakat modern. Dari keadaan ini semua masyarakat suatu bangsa dengan bangsa lain menjadi satu baik dalam bidang social, budaya, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya.

Itulah gambaran masa depan yang akan terjadi, dan umat manusia mau tidak mau harus menghadapinya. Masa depan yang demikian itu selanjutnya akan mempengaruhi dunia pendidikan baik dari segi kelembagaan, materi pendidikan, guru, metode, sarana, prasarana, dansebagainya. Hal ini pada gilirannya menjadi tantangan yang harus dijawab oleh keluarga sebagai pusat pendidikan anak yang pertama dan utama.

Keluarga dan Era Informasi
Orang tua, menurut Zakiyah Daradjat (2000), merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga.

Pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak. Sebagai unsure pokok dalam pendidikan, keluarga –dalam hal ini orang tua- memainkan peran penting dan terbesar dalam melaksanakan tanggungjawab pendidikan.

Keluarga berpotensi besar yang amat strategis dalam penciptaan masyarakat informasi. Dengan jumlah anggota keluarga yang dimiliki (anak-anak), orang tua dapat mengarahkan perkembangan proses terciptanya masyarakat informasi secara lebih positif.
Karena begitu banyak dan luasnya fenomena yang terjadi era informasi ini dengan segala bentuknya yang beraneka ragam, seorang pengikut linguistic modern, Dr. Maximus, berdoa untuk keselamatan dunia, “Ya Tuhan, lindungilah kami agar tidak tenggelam dalam samudera informasi”, karena selama ini belum pernah ada yang mengancam jiwa kita, yang menghantui dan memenuhi imajinasi di benak kita, serta yang menghina keberadaan intelegensi kita seperti yang telah dilakukan oleh informasi (Parvez Manzoor, 2000).

Pada era ini, keluarga di Indonesia akan menghadapi berbagai tantangan akibat masuknya nilai-nilai baru yang sering bertentangan dengan budaya bangsa. Persaingan ini terjadi dalam keadaan tidak seimbang. Budaya nasional harus bersaing dengan budaya global yang didukung teknologi canggih dan dana sangat besar.

Wajah keluarga saat ini mulai berubah. Perkembangan jaman yang mengubah gaya hidup masyarakat ikut mewarnai kehidupan keluarga. Peran suami-istri, pola asuh, dan pendidikan anak tidak bisa lagi mempertahankan pola lama sepenuhnya.

Pengaruh yang diterima suami-istri, juga anak, tidak dapat dipisahkan lagi dari dunia di luar rumah. Melalui perangkat teknologi, anak bisa langsung menerima pengaruh luar, yang tentu saja selalu mempunyai dua sisi: baik dan buruk (SM, 23/4).

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, globalisasi informasi yang telah memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan keluarga harus secepatnya diantisipasi keberadaanya dalam upaya menyelamatkan anak-anak dari dampak negative yang dibawanya. Untuk itu perlu dilakukan upaya strategis, antara lain pertama, mendidik anak di masa sekarang tidak cukup hanya dengan memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan, keimanan dan ketakwaan saja, tetapi juga harus diarahkan pada upaya melahirkan anak yang kreatif, inovatif, mandiri dan produktif, mengingat dunia yang akan datang adalah dunia kompetitif.

Kedua, orang tua di masa mendatang adalah orang tua yang selain memiliki dan memberikan informasi, berakhlak baik dan mampu menjadi tauladan, juga harus mampu mendayagunakan berbagai produk teknologi informasi untuk lebih memajukan pendidikan anak.

Ketiga, orang tua harus mampu mengintegrasikan keseluruhan potensi yang dimiliki anak yang memungkinkan ia dapat memiliki pribadi yang utuh. Hal ini penting karena kehidupan masa mendatang banyak dihadapkan pada tantangan yang bersifat moral. Untuk itu, perlu ditanamkan pada anak tentang akhlak tasawuf. Wallahu a’lam.

Gunawan Trihantoro, S.Pd.I.
adalah Guru Pendidikan Agama Islam

0 comment:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 
Blog SMP Negeri 1 Cilacap is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | Edit by r43hm4n